Kamis, 02 Oktober 2014

Cerpen

Hubungan Tanpa Nama

Akhir – akhir ini, entah apa yang kurasakan. Memang aku tak seperti mereka, aku yang tak sempurna dimatanya. Kisah ini bermula sebelum aku mengikuti rutinitas tahunan sekolahku, Study Tour ke Bali. Tepatnya, Januari lalu. Kedekatanku dengannya, mungkin tak seberapa waktu itu. Namun hal indah banyak terjadi saat aku berada disana, di Bali. Memang, sebelumnya tak ada yang istimewa diantara kita. Namun, seiring dengan waktu, hal itu rasanya berubah. Sikap istimewanya kepadaku, seolah-olah menandakan bahwa kita telah menjalin hubungan yang... mungkin lama. Perhatian, kepedulian, itu yang berusaha ia realisasikan. Namun, hatiku belum mampu untuk merasakan sentuhan hangatnya. Belum mampu menunjukkan sikap lebih  kepadanya. Mungkin karena hati ini belum berbicara tentangnya. “Radit, Radit!” bisikku dalam hati. Dia yang berharap tak ingin dikecewakan, membuatku harus dan harus berusaha untuk respect kepadanya, kepada Radit. Saat disana (Bali), pulsa HP ku rasanya sudah tak kuat lagi membalas pesan-pesan singkat dari cowok berparas manis itu. Komunikasi ini terus berjalan sepanjang perjalanan berangkat, nyampe’  pulang ke Tulungagung. Kota kecil paling selatan Jawa Timur, tempat dimana aku tinggal dan dibesarkan. Seperti udah gak kehitung lagi, berapa kali aku menancapkan kabel charger ke HP yang kubeli 2 tahun lalu ini. Ya, biar nggak mati gitu. Setiap lokasi wisata yang kami kunjungi, aku selalu dipertemukan dengannya, entah Radit yang berusaha mengikutiku atau memang dunia ini terlalu sempit untukku tidak bertemu dengan cowok berambut hitam pekat ini. Semenjak dari Pulau Dewata, kedekatanku dengannya memang terus dan terus bertambah, tak seperti saat pertama. Rasanya Bali sedang tersenyum sipu melihat hubungan tanpa nama ini.


Ketika kenyamanan sudah kurasakan, dan juga kedekatan ini yang terhitung cukup lama, tak kusangka ada hal yang rasanya mengusik hati kecilku. Ternyata, selama ini dia sudah memiliki sosok pujaannya sendiri. Yang mungkin dia lebih dariku. Apakah aku cemburu? “ Sadar Keyla! Sadar! Radit itu hanya temanmu, bukan pacarmu! Apakah kamu tidak menyadari itu? Dia hanya menganggapmu teman nggak lebih” jeritku dalam hati.  Seketika itu aku bercerita pada “pendamping” setiaku, Bunga namanya. Ia adalah orang yang sudah kuanggap sebagai sahabat terbaik. Sahabat yang selalu ada untukku. Aku pikir tutur lembutnya bisa membuatku merasa lebih baik. Mungkin, hanya dia yang tau betapa hancurnya perasaanku saat itu. Senyum palsuku menutupi semua kegundahan, keresahan yang sedang kualami. Tak ada satu orang pun yang tahu, kecuali hanya Bunga. Bibir merahnya yang selalu merajuk, memaksaku, untuk melupakan cowok berpostur sedang itu.  Namun, itu sulit bagiku. Melupakannya tak seperti membalikkan telapak tangan. Tak semudah itu. Dan kupikir, aku harus memutuskan hubungan dengan Radit. Tak ada komunikasi seperti dulu, tak ada hubungan indah lagi layaknya dulu. Meskipun dia terus saja menolak, namun  aku masih tetap pada pendirianku untuk tidak berkomunikasi dengannya lagi. Hari-hariku kini hanya dihiasi benci. Entah mengapa aku kini menyimpan kebencian dengannya. Namun, kupikir rasa itu telah merenggut hari-hari bahagiaku. Telah menggerogoti tubuhku, yang semakin hari semakin kering saja. Memang, terdengar berlebihan. Tapi kenyataannya memang sulit untuk jauh dari sosok yang akhir-akhir ini telah mengisi celah kosong dihidupku.
Seiring berjalannya waktu kebencianku berangsur hilang. Satu bulan pun berlalu. Namun,, apakah ini takdir? Atau hanya sebuah kebetulan? Meskipun kami bersekolah di tempat yang sama, baru kali pertama, aku bisa bertemu dengannya saat  jam olahraga kelas kami digabung. Aku tak pernah menyangka ataupun berharap hal itu bisa terjadi. Saat jam pelajaran selesai, dia berusaha untuk bisa berhubungan dengan lagi. Memperbaiki hubungan “pertemanan” kita. Meskipun sudah tak pantas lagi hubungan masa laluku dengannya itu dianggap hanya sekadar pertemanan. Aku masih tetap menolak rengekan harapan dari Radit. Akhirnya tanpa sengaja ia bercerita tentang perempuan pangisi hatinya itu. “Cewek itu emang pacarku. Tapi dulu. Aku udah putus sama dia. Maaf kalo udah ngecewain. ”jelas Radit. Kaget rasanya denger kata-kata itu. Dan mungkin juga agak seneng sih. Sejak saat itu senyum manisku mulai kembali menghiasi  wajah berparas Jawa ini. Hubungan yang bisa dibilang telah rusak, mulai bisa diperbaiki.  Hubungan tanpa nama itu mulai terjalin kembali diantara kita. Tak lama, hatiku terusik dengan perasaan aneh yang mengarah pada salah satu teman Radit. Aku tak tahu, bagaimana bisa hatiku seperti itu. Namun, kurasa itu tak mungkin. Aku berusaha menghilangkan rasa ke cowok yang sudah lama menjadi sahabat karibnya itu. Dan aku kembali menaruh rasa ke Radit.
 Hubungan kita bisa dibilang “hubungan tanpa nama” paling indah yang pernah aku rasakan dan jalani. Aku dan Radit saat ini memutuskan untuk tidak menjalin hubungan spesial dengan siapapun. Dan berusaha untuk berhenti dalam kisah “NO NAME”.          



To be continue....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar